Jakarta, CNN Indonesia -- Memasuki awal Oktober, pelaku pasar biasanya mulai menanti rilis kinerja keuangan emiten pada kuartal tiga 2018. Di tengah penantian tersebut, pelaku pasar bisa mencermati sejumlah emiten yang berpotensi membukukan kinerja positif. Analis Trimegah Sekuritas Rovandi mengatakan pelaku pasar bisa melakukan transaksi beli pada saham berkapitalisasi besar (big capitalization/big cap), seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan anak usahanya, yakni PT United Tractors Tbk (UNTR). Menurut Rovandi, fundamental untuk kedua emiten itu sebenarnya belum berubah banyak. Namun, pelaku pasar bisa berkaca pada realisasi kinerja keuangan perusahaan pada semester I 2018. "Saham untuk transaksi beli selama pekan ini bisa Astra International, United Tractors. Waspadai saham-saham perbankan," ucap Rovandi kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/10). Mengacu pada laporan keuangan Astra International dalam enam bulan pertama tahun ini, perusahaan mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 11 persen menjadi Rp10,38 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9,34 triliun. Hal itu didorong oleh pendapatan perusahaan yang juga meningkat 15 persen menjadi Rp112,6 triliun. Kenaikan itu terutama ditopang oleh bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi. Dari segi laba bersihnya saja, bisnis alat berat dan pertambangan meraup kenaikan laba bersih hingga 60 persen dari hanya Rp2,05 triliun menjadi Rp3,28 triliun. United Tractors masuk sebagai salah satu anak usahanya yang berkontribusi cukup tinggi pada kinerja keuangan Astra International pada semester I 2018. Perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar Rp38,94 triliun atau naik 32,32 persen dari posisi sebelumnya sebesar Rp29,43 triliun. Tak heran, laba setelah pajak yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk ikut terkerek 59,94 persen dari Rp3,42 triliun menjadi Rp5,47 triliun. "(Kinerja keuangan emiten itu) berpotensi naik lagi pada kuartal III 2018," terang Rovandi. Sementara, ia mengingatkan agar pelaku pasar tak melirik saham perbankan dan properti karena diramalkan terkoreksi pada pekan ini usai The Fed dan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pekan lalu. "Karena kenaikan kemarin (saham properti dan perbankan) ini lebih karena window dressing, kemungkinan akan kembali dalam tren pelemahan," papar Rovandi. Window dressing bisa diartikan sebagai sebuah upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau manajer investasi untuk mempercantik tampilan portofolio atau performa laporan keuangannya. Dengan kata lain, perusahaan atau perusahaan manajer investasi memoles kinerjanya dengan banyak memborong saham-saham yang menjadi portofolio mereka. Tak ayal, mayoritas saham perbankan dan properti yang masuk dalam daftar big cap di sektornya masing-masing meningkat pada akhir pekan lalu. Padahal, umumnya saham sektor perbankan dan properti melemah bila suku bunga acuan naik. Pada Jumat (28/9), saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 0,62 persen ke level Rp24.150 per saham, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menguat 2,61 persen ke level Rp3.150 per saham, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menguat 0,68 persen ke level Rp7.400 per saham. Kemudian, saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) naik tiga persen ke level Rp515 per saham, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) stagnan di level Rp1.155 per saham, dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) melonjak 6,71 persen ke level Rp875 per saham. Hampir sama, Analis Anugerah Sekuritas Bertoni Rio menyebut pelaku pasar akan fokus pada rilis kinerja keuangan emiten, khususnya emiten berbasis pertambangan. "Rekomendasi saham pertambangan batu bara karena harga komoditas berpeluang naik, begitu juga dengan minyak mentah," terang Bertoni. Beberapa saham yang ia maksud, di antaranya PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Indika Energy Tbk (INDY). "(Harga pada Jumat lalu) minyak mentah di level US$71 per barel dan batu bara US$112 per metrik ton," jelas Bertoni. Menariknya, keempat emiten yang direkomendasikan oleh Bertoni berakhir di teritori positif pada akhir pekan lalu. Rinciannya, saham Adaro Energy naik 0,55 persen ke level Rp1.835 per saham dan Bukit Asam naik 3,85 persen ke level Rp4.320 per saham. Sementara, saham Medco Energi menguat cukup tajam sampai 4,71 persen ke level Rp1.000 per saham dan Indika Energy naik 2,19 persen menjadi Rp2.800 per saham."Potensi penguatan saham tambang juga dari pendapatan ekspor di mana penjualan menggunakan mata uang asing (ketika rupiah melemah)," ucap Bertoni. Seperti diketahui, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan memberikan keuntungan tersendiri bagi eksportir karena mereka akan mendapatkan hasil penjualannya dalam bentuk dolar AS. Dengan begitu, jika hasil ekspor tersebut dikonversi ke mata uang rupiah, maka nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan jika eksportir mendapatkan hasil penjualan dari dalam negeri dengan mata uang rupiah. (agi) Let's block ads! (Why?) October 01, 2018 at 03:00PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2y3tFPY |
No comments:
Post a Comment