Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Ratna Sarumpaet kembali menjadi perbincangan setelah ia dikabarkan dianiaya oleh orang tak dikenal hingga wajahnya babak belur. Kabar itu tersiar Selasa kemarin, dan langsung ditanggapi oleh banyak politikus, termasuk Prabowo Subianto. Meski demikian, pada Rabu pagi (3/10), polisi menyatakan bahwa wajah Ratna lebam karena operasi plastik di sebuah klinik bedah di Jakarta. Sebelum terkenal sebagai aktivis dan hilir-mudik di acara politik, Ratna Sarumpaet dikenal sebagai pemain teater sejak masih duduk di bangku kuliah. Ratna memulai untuk memilih dunia seni peran kala masih duduk di bangku kuliah Teknik Arsitektur dan Hukum Universitas Kristen Indonesia. Ia disebut terinspirasi mendalami seni peran dan teater kala melihat drama WS Rendra pada 1969. Ia bahkan mendirikan grup teater Satu Merah Panggung pada 1974 yang sebagian besar mengadaptasi drama asing. Grup tersebut sempat melakukan sejumlah pertunjukan teater dari karya-karya asing seperti Rubaiyat Omar Khayyam dan Romeo and Juliet karya William Shakespeare. Dalam perjalanan kariernya, Ratna juga sempat menduduki bangku sutradara dan penulis. Ia pernah menjadi penulis skenario dan sutradara film pendek Sebuah Percakapan yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta pada 1985, lalu film semi-dokumenter 'Lulu' pada 1989, film televisi TVRI Balada Orang-Orang Tercinta sebagai penulis skenario pada 1990, dan Rumah Untuk Mama (1991). Ratna juga piawai membuat naskah drama. Tercatat, ia menulis drama Rubayat Umar Khayam pada 1974 dan Dara Muning pada 1993. Namun kasus Marsinah, seorang aktivis buruh yang dibunuh pada 1993 lah, yang menurut Ratna, menggerakkan naluri politisnya. Sejak saat itu, ia kerap menyuarakan kritikan bernuansa politis dan pembelaan atas hak asasi manusia meski masih melalui panggung teater. "Ratna memberikan seluruh hati dan pikirannya pada mereka yang tersudut. Ia melakukan apa saja untuk perubahan tanpa beban apalagi rasa takut. Ia membela Marsinah dan rakyat Aceh meski dengan cara itu dia terus-menerus berhadapan dengan represi penguasa Orde Baru," seperti tertulis dalam profil Ratna di situsnya. Tercatat, ia menulis drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah (1994), Terpasung (1996), Marsinah Menggugat (1997), Anak-anak Kegelapan (2003), dan Pelacur dan Presiden (2006). Terakhir kali, Ratna menulis film drama bertajuk Jamila dan Sang Presiden (2009) yang dibintangi oleh anaknya sendiri, Atiqah Hasiholan. Film ini mengisahkan seorang pekerja seks komersial yang dipenjara karena membunuh seorang menteri.Film ini menggunakan naskah drama yang ditulis oleh Ratna setelah menerima hibah dari UNICEF untuk kegiatan penelitian perdagangan anak di Indonesia dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hal tersebut. Bahkan, film ini sempat diajukan ke Academy Awards ke-82 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik, namun sayang tidak masuk menjadi nomine. [Gambas:Youtube] Dalam wawancara kepada Antara pada 9 Februari 2010, Ratna menilai wajar film tersebut kalah saing dengan karya dari negara lainnya. "Jamila hanya berhasil masuk 65 besar dan gagal di sembilan besar untuk kategori Foreign Language," kata Ratna kala itu. "Selama ini film yang berasal dari Asia memang harus bersaing ketat dan berupaya lebih keras untuk dapat mengalahkan film dari Eropa dan Amerika," lanjutnya. "Ini adalah film pertama saya, dan saya cukup bangga dengan perolehan prestasi yang dicapai Jamila dan Sang Presiden." (end) Let's block ads! (Why?) October 03, 2018 at 05:10PM via CNN Indonesia https://ift.tt/2zNDnYI |
No comments:
Post a Comment